Kartono, Kakak Kandung R.A Kartini, Si Jenius Dengan Sejuta Kepandaian, Yang Kuasai Puluhan Bahasa.
Lamongan,KabarSuaraMilenial – Sosoknya tidak begitu dikenal luas di negeri ini. Tidak banyak pula yang tahu mengenai kisahnya, termasuk prestasi – prestasi gemilang yang pernah ia catatkan semasa ia hidup. Dibandingkan dengan sang adik, Raden Ajeng Kartini. Banyak yang sudah mengenal KARTINI, tapi apakah anda kenal KARTONO ??? Secuil Sejarah tentang siapa itu kartono.
Hanya ada sedikit bahasan dalam catatan sejarah mengenai perjalanan hidupnya, yang tanpa kita sadari telah dilewatkan begitu saja. Sosoknya begitu menginspirasi sang adik hingga ia tumbuh sebagai seorang tokoh bersejarah negeri ini. Dia adalah Sosrokartono, si jenius dengan sejuta kepandaian. Kartono, nama lengkapnya RM.Panji Sosrokartono. Lahir tahun 1877, Kakak kandung RA.Kartini.
1898 – Kartono seorang “pribumi” pertama yang kuliah di luar Hindia – Belanda, Karena kecerdasannya beliau menjadi kesayangan para dosennya. Beliau bisa 27 bahasa asing & 10 bahasa nusantara.
Pangeran ganteng ini pinter bergaul, anak orang kaya, terkenal dan merakyat. Banyak perempuan Eropa nyebutnya, “De Mooie Sos,” (artinya Sos yang ganteng).
Bule Eropa & Amerika menyebut beliau dengan hormat, “De Javanese Prince,” (Pangeran Jawa) akan tetapi sesama pribumi memanggilnya “Kartono” saja.
Raden Mas Panji Sosrokartono lahir di Pelemkerep, Mayong, Jepara, Jawa Tengah pada 10 April 1877, dua tahun lebih tua dari Kartini, sang adik. Sebagai seorang anak keturunan priyayi, Kartono memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang memadai. Ia mengawali pendidikannya di Europeesche Lagere School di Jepara, kemudian Hogere Burger School di Semarang dan akhirnya masuk ke Sekolah Teknik Tinggi di Delft, Belanda. Namun karena merasa tidak cocok dengan jurusan tersebut, Kartono akhirnya pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur di Universitas Leiden. Dalam sebuah buku, dikatakan bahwa Kartono adalah mahasiswa Indonesia pertama yang bersekolah di negeri Belanda.
Ia juga berkarier sebagai wartawan perang pada sebuah koran Amerika bernama The New York Herald Tribune di kota Wina, Austria. Lewat pekerjaan tersebut ia diberi pangkat Mayor oleh panglima perang Amerika pada saat itu. Selepas dari itu, Kartono mendapatkan pekerjaan yang cukup bonafid, yaitu sebagai penerjemah di Liga Bangsa – Bangsa (pendahulu PBB) pada tahun 1919 – 1921. Hal itu tidak lain dan tidak bukan adalah karena kemampuannya dalam berbahasa. Kartono merupakan seorang poliglot, yaitu seseorang yang fasih berbicara dalam berbagai macam bahasa. Ia bisa berbicara dalam 26 bahasa asing, 10 bahasa nusantara dan jenis – jenis bahasa yang tidak umum bagi orang banyak pada saat itu, misalnya Bahasa Latin dan Bahasa Basken, salah satu suku bangsa di Spanyol.
Pada tahun 1917 beliau menjadi wartawan Perang Dunia 1 dari koran Amerika yakni “The New York Herald,” cabang Eropa. Beliau memadatkan artikel bahasa Perancis sejumlah 30 kata dalam 4 bahasa (yakni Inggris, Spanyol, Rusia, Perancis). Sebagai wartawan perang, beliau diberi pangkat Mayor oleh Sekutu, tapi menolak membawa senjata, kata beliau : “Saya tidak menyerang orang, oleh karena itu saya pun tidak akan diserang. Jadi !! apa perlunya membawa senjata ?.”
Kejeniusan yang dimiliki oleh Kartono bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. Sepanjang perjalanan pendidikannya di Belanda, ia kerap mendapatkan undangan sebagai pembicara di berbagai acara. Ketika Perang Dunia I berakhir, Kartono dipilih oleh sekutu sebagai juru bahasa tunggal karena ia satu –satunya orang yang menguasai berbagai macam bahasa di Eropa dan bukan bangsa Eropa. Pula, ia ditunjuk menjadi atase kebudayaan di Kedutaan Prancis yang berkedudukan di Den Haag, Belanda.
Beliau ‘ahli diplomasi’ yang hebat, Beliau sempatkan gemparkan Eropa – America dengan artikelnya tentang perundingan Jerman & Perancis yang rahasia serta sangat tertutup, yang diselenggarakan di dalam salah satu gerbong kereta api yang berhenti di tengah hutan, bahkan mendapat penjagaan yang super ketat dari semua wartawan yang sedang mencari informasi dan berita. Ternyata koran “New York Herald” telah memuat hasil perundingan tersebut.
Pada tahun 1919, beliau jadi penterjemah tunggal di Liga Bangsa Bangsa yang pada 1921 diubah menjadi PBB. Beliau ketua penterjemah untuk segala bahasa kalahkan para poliglot Eropa – Amerika.
Tidak hanya dikenal sebagai sosok yang cerdas dalam berbahasa, Kartono juga dijuluki sebagai dokter air putih oleh masyarakat Belanda. Hal itu dikarenakan kemampuannya mengobati penyakit dengan menggunakan media air putih. Ia juga merupakan wartawan pertama di Indonesia yang bisa memotret gunung dari udara.
Kehebatannya di luar negeri lantas tidak membuat ia lupa akan tanah air. Ia kembali ke ibu pertiwi dan memulai pekerjaannya di negeri ini. Pada tahun 1925 Pangeran SOS pulang ke tanah air.
banyak rencana ia gagas, namun tidak semuanya berjalan dengan lancar. Ia bertemu dan menjalin kerjasama dengan beberapa tokoh nasional seperti Ki Hadjar Dewantoro dan RM Suryodiputro. Ki Hajar Dewantara juha mengangkatnya sebagai kepala sekolah menengah di Bandung dan dia juga memberi kursus bahasa kepada orang – orang asing. Dia juga menjadi bagian dari Taman Siswa. Namun pada 1927 ia keluar dari Taman Siswa.
Selang tiga tahun Kartono mendirikan rumah penyembuhan dengan nama Dar – Oes – Salam (Darussalam) yang berarti tempat yang damai. Kemampuannya menyembuhkan penyakit dengan medium air putih menjadi suatu fenomena tersendiri pada saat itu. Sejak kecil, Kartono memang dikenal sebagai sosok yang memiliki bakat supranatural dan kemampuan spiritual yang tinggi.
Rakyat berjejal temui si pintar ini, untuk minta air dan doa. Dan anehnya banyak yang sembuh, maka antrian pun makin panjang termasuk bule-bule Eropa dan akhirnya beliau mendirikan Klinik. Beliau juga pernah sembuhkan seorang anak Eropa hanya dengan sentuhan-sentuhan dihadapan para dokter yang sudah angkat tangan untuk berusaha menyembuhkan penyakit si anak tersebut.
Kejeniusan yang dimilikinya menjadi inspirasi bagi tokoh – tokoh besar pada saat itu. Sang adik, R.A Kartini dalam surat – suratnya selalu menulis tentang Sosrokartono sebagai satu – satunya orang yang menaruh simpati akan gagasan – gagasannya. Selain itu, beberapa tokoh pergerakan termasuk Soekarno pernah berkunjung dan menemui Sosrokartono di Dar – Oes – Salam (Darussalam) yang berlokasi di Bandung.
Soekarno muda juga sering berdiskusi dengannya dan Bung Hatta sebut beliau orang jenius. Di rumahnya berkibar bendera merah putih dan anehnya Belanda, Jepang , dan sekutu seolah tak peduli.
Di masa awal pendudukan Jepang, kesehatan Sosrokartono mengalami penurunan. Separuh badannya lumpuh hingga akhirnya ia mangkat pada 8 Februari 1952 dan dikebumikan di makam Sidomukti, Desa Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah di samping makam kedua orang tuanya Nyai Ngasirah dan RMA Sosroningrat.
Beliau meninggal dalam kondisi ekonomi sangat sederhana, rumah beliau hanya menyewa padahal sebagai putera bangsawan dan cendekiawan ia bisa hidup mewah. Orang-orang juga tidak temukan pusaka dan jimat di rumahnya. hartanya hanya selembar kain bersulam huruf ALIF dan Pada batu nisan makamnya tertulis, “SUGIH TANPO BONDHO, DIGDAYA TANPO AJI-AJI.”
Sepanjang hidupnya ia dikenal sebagai penulis, wartawan, dokter, cendekiawan, ahli kebatinan dan penasihat spiritual bagi orang banyak. Beliau seorang wartawan hebat tapi wartawan sekarang jarang yang pernah singgung namanya, Beliau tokoh pendidikan tapi para guru seolah lupa namanya, “Bangsa Yang besar tidak akan Lupa akan sejarahnya.” RM.Panji Sosrokartono Hingga akhir hayatnya, dihormati oleh orang banyak dan selalu hidup menjadi kisah sejarah salah satu manusia hebat Indonesia. (***)